Dampak Sinas-NK untuk Pelaku Usaha Importir Ban – Awal tahun 2023 menjadi sebuah momen di mana banyak pelaku usaha yang bergantung pada impor menjerit. Pasalnya, sistem terobosan yang dibuat oleh pemerintah bernama Sistem Nasional Neraca Komoditas (Sinas-NK) bukannya mempermudah malah semakin membuat runyam dan menyulitkan proses impor.
Sistem yang sebenarnya bertujuan untuk digitalisasi dan integrasi perizinan ekspor maupun perizinan impor ini ternyata malah menimbulkan polemik bagi para pengusaha impor. Hal ini disebabkan oleh seringnya sistem tersebut bermasalah sehingga menghambat proses impor. Terhambatnya proses impor ini tentu saja berdampak pada banyak hal, seperti terhentinya produksi pada pabrik yang membutuhkan bahan mentah impor, berhentinya proses penjualan, bahkan bisa berujung pada banyaknya PHK karyawan.
Dilansir dari katadata, beberapa perusahaan bahkan telah melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK pada beberapa karyawannya karena suplai bahan baku produksi yang diperoleh dari impor terhambat, akhirnya harus melakukan perampingan pekerja guna meminimalisir kerugian perusahaan. Ketua umum Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI) , Azis Pane, juga menyatakan bahwa polemik terkait Sinas-NK ini memang berpotensi menyebabkan PHK karyawan banyak terjadi.
Terhambatnya proses impor seperti baja dan ban tentu saja akan berdampak pada sektor industri lainnya. Industri lain yang membutuhkan pasokan ban seperti logistik, pelabuhan, transportasi, pertambangan, maupun industri lain akan menerima dampak yang sama. Karyawan banyak di-PHK, bahkan sampai pada menurunnya perekonomian nasional juga bisa terjadi karena permasalahan Sinas-NK ini. Wakil Ketua Bidang Logistik Kepelabuhanan dan Kepabeanan BPP GINSI, Erwin Taufan berharap pemerintah bisa segera mengambil keputusan terkait hal ini.
Erwin juga menyayangkan belum jelasnya Sinas-NK ini sendiri. “Sinas NK kini terpusat ada di Kantor Menko Perekonomian. Sementara peraturan teknisnya masing-masing instansi terkait seperti Kemendag dan Kemenperin masih berbeda-beda untuk persyaratan proses impor komoditas. Akibatnya ketika importir submit ke Sinas NK, hanya bisa menyampaikan data kebutuhan impor saja, tetapi tidak direspons-respons alias diputus oleh sistem tersebut,” ungkapnya.
Efeknya tentu saja barang atau bahan dari luar negeri tidak bisa masuk ke dalam, atau yang sudah sampai di pelabuhan tidak bisa dikeluarkan dari pelabuhan karena belum mendapatkan respon dari Sinas-NK.
Ketua Gabungan Importir dan Pengusaha Ban Indonesia (GIMPABI), Ary Tjahyono, menyatakan bahwa situasi keterlambatan dan hambatan pada proses impor akan menyebabkan munculnya kekosongan pasokan untuk ban-ban tertentu yang memang masih belum diproduksi di dalam negeri. Ban-ban premium yang juga ikut andil dalam produksi otomotif dalam negeri tentunya akan mempengaruhi produksi jika terus-menerus terhambat prosesnya.
Sistem yang awalnya bertujuan bagus ini ternyata menimbulkan banyak polemik yang bahkan bisa mempengaruhi segala lapisan masyarakat dari kalangan karyawan hingga pemilik usaha. Mengutip dari Bisnis.com, Ketua Umum GINSI, Capt. Subandi mengatakan bahwa penggunaan neraca komoditas tersebut belum siap. Sinas-NK yang diharapkan dapat menyederhanakan proses perizinan ekspor-impor serta menjadi dasar penerbitan persetujuan malah menyulitkan pengusaha dalam prakteknya. Subandi juga mengatakan bahwa ada dua tipe kesulitan atau hambatan yang terjadi saat ini. Yang pertama adalah pihak importir telah mengajukan permintaan namun formatnya tidak sesuai dengan format Sinas-NK, sehingga belum mendapatkan respon dan akhirnya tertolak. Sedangkan yang kedua memang belum mengirimkan pengajuan karena belum mengerti caranya. Hal ini tentu saja disebabkan minimnya sosialisasi yang diberikan.
Sebenarnya selain ban, ada total 21 komoditas yang bahkan belum tersedia neraca komoditasnya menurut katadata. Tentunya hal ini semakin membuat runyam urusan rantai industri yang saling berkaitan satu-sama lain dan bergantung pada produk impor. Ribuan pengusaha bergantung pada kebijakan yang diberikan oleh pemerintah. Bahkan lebih jauh, kebijakan pemerintah ini jika tidak segera direvisi akan menghantui lapisan masyarakat kelas karyawan juga. Jika tidak ada produksi dan penjualan, bagaimana mungkin perusahaan dapat menggaji karyawannya. Akhirnya akan berujung pada pemutusan massal karyawannya.
Polemik ini bukan hanya merugikan pihak importir, namun juga rantai industri lain beserta pekerjanya. Jadi, kita semua berharap keputusan yang terbaik dari pemerintah demi kebaikan perekonomian Indonesia dan kita semua.